Senin, 07 April 2008

Hikmat dalam perbuatan

Masa kini, kecerdasan intelektual dianggap tidak cukup. Agar hidup
sukses, orang perlu memiliki kecerdasan emosional dan spiritual.
Mungkin yang dimaksud dengan kecerdasan emosional atau spiritual
itu ada kesamaan dengan hikmat. Namun, menganggap diri sudah
berhikmat pun tidak menjamin bahwa kita memiliki hikmat surgawi.

Perbedaan hikmat surgawi dan hikmat duniawi terletak pada sumber dan
hasilnya (band. Mat. 7:17-18). Perbedaan sumber mengakibatkan
perbedaan motivasi. Motivasi hikmat surgawi adalah
kelemahlembutan (13). Motivasi hikmat duniawi adalah iri hati,
mementingkan diri, memegahkan diri dan dusta melawan kebenaran
(14). Hikmat duniawi berasal dari nafsu manusia dan setan-setan
(15). Dampaknya adalah kekacauan dan segala perbuatan jahat.
Sedangkan hikmat surgawi ditandai dengan kemurnian hati, yang
terdiri dari tujuh sifat dan perbuatan, yaitu pendamai, peramah,
penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak
memihak dan tidak munafik (17). Ada kemungkinan angka tujuh
dipakai Yakobus untuk melambangkan sifat yang menciptakan
kesempurnaan. Hikmat surgawi bersumber dari Tuhan Yesus sebagai
Kebenaran (18; Yoh. 14:6), dampaknya adalah damai bagi mereka
yang mengadakan damai (18).

Dari penjelasan di atas, tidak sukar untuk menilai apakah perbuatan
seseorang berasal dari hikmat Allah atau hikmat duniawi. Banyak
pribadi atau keluarga berantakan disebabkan tindakan yang tidak
berdasarkan hikmat surgawi, misalnya mementingkan diri sendiri.
Kendati demikian tidak sedikit orang Kristen yang meremehkan dosa
seperti 'mementingkan diri sendiri' sebagai hal sepele. Padahal
bila melihat dampak yang ditimbulkannya, yakni kekacauan dan
segala perbuatan jahat, sudah seharusnya orang Kristen menjauhi
dosa ini. Oleh karena itu, bila orang ingin dipenuhi damai
surgawi, perbuatannya pun harus berasal dari hikmat surgawi,
yakni hikmat yang bersumber dari karya pembaruan Tuhan Yesus dan
teladan hidup-Nya.



Yakobus 3:13-18

13. Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia
dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat
yang lahir dari kelemahlembutan.
14 Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan
diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah
berdusta melawan kebenaran!
15 Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari
dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan.
16 Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di
situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.

by Keweng

Tidak ada komentar: